"Jadikanlah Aku Anak Kandungmu"

>> Minggu, 07 Juni 2009

Keluarga merupakan suatu harta yang sangat berharga bagiku. Kehangatan berada dalam dekapan ayah, ibu, adik, kakak, kakek, dan nenek selalu aku dambakan setiap saat. Sering kulihat banyak keluarga yang menyia-nyiakan kebahagiaan itu hanya untuk mengejar materi yang nilainya tidak sebanding dengan apa yang dikorbankan mereka.

“Doni” begitu aku dinamai oleh kedua orang tua angkatku. Umurku baru tujuh tahun ketika aku diperkenalkan dengan kedua orang tua angkatku itu. Kedua orang tuaku telah wafat sebelum aku mengenal dunia ini. Selama itu aku tinggal bersama tanteku yang merupakan adik dari ibuku. Namun karena keadaan ekonomi yang kurang memadai tanteku menyerahkanku pada orang tua baruku yang kebetulan mereka tidak memiliki keturunan. Di keluarga baruku aku pada awalnya merasa sangat asing. Ayah angkatku sangat senang menerimaku sebagai anaknya namun sebaliknya ibu angkatku tidak terlalu menyenangiku karena ia sebenarnya ingin mengadopsi anak yang masih bayi sedangkan umurku sekarang sudah tujuh tahun.

Hari-hari kulalui seperti anak kebanyakan, bermain, sekolah, belajar dan sering juga aku membantu untuk membersihkan rumah, menyapu, mencuci pakaian, mencuci piring, dan membantu ayah angkatku untuk memberikan makan hewan ternak peliharaannya. Aku sangat bahagia tinggal bersama kedua orang tua angkatku itu. Meskipun aku masih merindukan kedua orang tua kandungku yang mungkin saat ini sedang memperhatikan ku ditempat yang jauh disana.

Seperti halnya anak kecil kebanyakan aku pernah meminta mainan yang sedang popular di kalangan anak-anak saat itu kepada ibu dan ayah angkatku. Aku sangat menginginkan mainan tersebut karena semua anak dilingkungan tempat tinggalku semua anak memiliki mainan itu. Namun mereka tidak pernah memperdulikan permintaanku itu dengan alasan bahwa aku harus belajar dan tidak boleh terlalu banyak bermain. Aku maklumi hal itu karena aku menganggap alasan kedua orang tua angkatku itu memang benar.

Tapi ternyata nasibku sangat mujur saat itu kebetulan paman (kakak dari ayah angkatku) sedang berkunjung kerumah ayah angkatku kemudian memintaku untuk membelikannya sebungkus rokok kewarung. Kemudian ketika aku menyerahkan rokok tersebut ia memberikanku uang selembar lima puluh ribu rupiah. Aku sangat senang karena akhirnya aku mendapat uang untuk membeli mainan yang kuinginkan.

Akan tetapi ternyata kebahagiaanku sirna saat ibu angkatku memintaku untuk menyerahkan uang itu kepadanya. Ia berjanji akan membelikanku mainan itu esok hari. Tapi lewat beberapa minggu kutunggu namun mainan yang dijanjikan ibu angkatku tak kunjung diberikan. Alasan demi alasan dilontarkannya kepadaku. Namun aku tau alasan yang diucapkannya tersebut bukanlah alasan sebenarnya. Hal itu aku ketahui pada saat aku tidak sengaja mendengar ibu dan ayah angkatku berbicara saat aku baru pulang sekolah. Ibu angkatku mengatakan kepada ayah, “Untuk apa si Doni dibelikan mainan…, nggak ada gunanya toh dia bukan anak kita juga ntar keenakan dianya nggak mau bantu-bantu”. Mendengar kata-kata ibu angkatku itu aku serasa tersambar petir disiang bolong. Sepanjang hari itu aku hanya menangis didalam kamar. Pada saat itu aku bertekad didalam hati untuk lebih giat belajar agar menjadi orang yang berhasil dan membanggakan orang tua angkatku sehingga mereka menerimaku sebagai anak kandungnya sendiri.

Namun cobaan ternyata datang kepadaku, akibat pergaulan dengan teman-temanku yang kusangka baik namun ternyata mereka malah menjerumuskanku kedalam lembah suram dalam hidupku. Saatku menginjak kelas enam SD, aku bersama teman-temanku ditangkap pihak berwajib karena kasus pencurian yang melibatkan teman-temanku. Aku tak tahu bahwa mereka ialah gembong pencuri cilik yang sering melakukan kejahatan pencurian. Pada awalnya Anton, Badek, Irwan hanya menyuruhku membawa sebuah sepeda yang berada diparkiran sekolah mereka mengatakan bahwa sepeda itu adalah miliknya namun ternyata itu bukanlah sepeda mereka oleh sebab itu aku sempat ditahan oleh pihak berwajib selama 3 bulan. Orang tua angkatku sangat murka, mereka memarahiku habis-habisan tanpa sempat aku menjelaskan kejadian sesungguhnya. Bahkan setelah tiga bulan aku ditahanpun mereka tidak mau melihat mukaku. Aku langsung dikirimkan kepondok pesantren agar perilakuku diperbaiki.

Bulan demi bulan kulalui dipesantren itu, adakalanya aku ingin pulang kerumah orang tua angkatku terlebih pada saat hari raya Idul fitri namun ibu angkatku melarangku dan dia selalu berkata“Jangan pulang sebelum jadi orang bener”. Aku sadar memang aku orang yang berdosa dan aku harus membersihkan diriku dari dosa-dosa yang aku lakukan. Demi mencukupi kebutuhanku dipesantren seringkali pada saat hari libur aku menjadi buruh angkut barang ataupun menjajakan kantung plastic kepada orang-orang yang berbelanja dipasar. Aku melakukan hal tersebut karena aku menganggap hal itu bisa mengurang-ngurangi beban kedua orang tua angkatku yang telah membiayai biaya pondokanku.

Tanpa terasa waktuku menuntut ilmu dipondok pesantren telah selesai. Dengan langkah pasti aku pulang kerumah orang tua angkatku. Sesampainya dirumah ternyata ayah dan ibu angkatku nampaknya tidak menyukai kedatanganku. Mereka selalu mengungkit-ungkit masalah pencurian itu sehingga membuatku selalu merasa bersalah. Namun hal itu kuanggap wajar karena aku mengetahui bahwa kesalahanku itu membuat kedua orang tua angkatku malu. “Hey don kamu jangan keluar rumah nanti buat malu keluarga saja”, kata ibu angkatku.

Hampir setiap hariku kulalui dirumah, terkecuali pada hari jumat karena pada hari itu aku pergi kemasjid untuk shalat. Aku selalu bermohon maaf kepada tuhan karena kesalahan yang telah kuperbuat dan aku mendoakan semoga orang tua angkatku dapat menerimaku sebagaimana anak kandungnya sendiri. Mungkin doaku masih belum diterima oleh orang tua angkatku sehingga belum beberapa bulan aku kembali kerumah mereka, aku langsung diserahkan kepada tanteku karena mereka merasa tidak sanggup membesarkanku.

Aku sangat sedih dengan hal itu, seringku menangis dalam doaku agar dosaku dimaafkan dan orang tua angkatku menerimaku kembali. Namun nampaknya kesalahanku itu tak termaafkan oleh mereka.

Selengkapnya...

"Taman Pemuda Palangkaraya"

>> Sabtu, 06 Juni 2009

Selengkapnya...

Berkreasi Bersama Jojoba and Kompor's Comunity

>> Rabu, 26 November 2008


Untuk mengisi kekosongan waktu liburan lalu saya bersama dengan teman-teman jojoba mencoba membuat video lipsing lagu dmasiv "Diantara Kalian". Ya... iseng buat percobaan, siapa tau nantinya bisa bikin lagu sendiri. Lagu ini kami pilih karena liriknya yang sangat menyentuh dan sangat bagus. Ok para blogger ditonton ya videoklipnya......

Thank's..................................
Selengkapnya...

Gadis Berkepang Dua

>> Selasa, 25 November 2008

Saat ini mungkin banyak sekali wanita yang rambutnya diblow, direbonding, ataupun dikeriting. Diantara semua model rambut itu, aku masih teringat kenanganku satu bulan lalu dengan seorang gadis. Seorang gadis berkepang dua yang kutemui diBundaran besar. Karena dikotaku jarang sekali wanita yang mau rambutnya dikepang membuat ia terasa unik bagiku dan teman-temanku. Pertemuan kami diawali saat aku bersama teman-temanku pergi jogging bersama dibundaran besar. Saat pertama kali bertemu kami menganggap hal itu biasa saja, akan tetapi lama-kelamaan kami merasa penampilannya sangat unik. Kata salah seorang temanku saat ia mengayunkan rambutnya mirip seperti wong fei hung, jadi setiap kami bertemu dengan gadis berkepang dua itu kami selalu tersenyum.

Hampir setiap hari kami jogging dan selalu bertemu dengan gadis itu, pernah aku berfikir mungkin gadis ini seorang atlet lari atau wushu soalnya wajahnya seperti keturunan etnik Chinese. Teman-temanku sering sekali menggodaku karena aku belum punya cewe jadi mereka mau menjodohkan aku dengan gadis berkepang dua itu. Apalagi saat kami sedang lari dan berpapasan dengan cewe itu pastinya mereka semakin semangat menggodaku. Aduh memang apes nasibku soalnya nggak punya cewe tapi untungnya salah satu temanku juga belum punya cewe jadi kami berdua sama senasib he..he...

Hobiku yang senang sekali jogging membuat aku termotifasi untuk meningkatkan porsi olahragaku,ya itung-itung menurunkan kadar kolesterollah. Setiap kali jogging, aku paling tidak harus mengitari bundaran sekitar lima kali putaran sedangkan teman-temanku ya kadang dua, kadang lima, dan kadang tidak lari sama sekali katanya sech ngikut kaya diiklan yang bunyinya “Sepuluh ribu langkah akan mencegah efek pengeroposan tulang”. Singkat cerita, pada hari itu kami bertemu dengan gadis berkepang dua itu lagi. Ternyata gadis berkepang itu cukup hebat dan gesit larinya, bayangkan dia setiap kali lari tidak kurang dari lima sama sepertiku. Pernah aku berfikir “jangan-jangan nech cewe mau lomba lari sama aku”, tapi semua itu menjadikan aku lebih giat untuk jogging.

Bahkan pada suatu hari tenagaku kukuras habis-habisan melawan itu cewe lari dan tanpa sadar aku dan dia pernah lari sampai tiga belas kali putaran, yang mengakibatkan mukaku dan mukanya menjadi merah sampai-sampai aku merasa kakiku serasa berasap. “Gila nech cewe kuat banget larinya…”. Tapi itu sekarang mungkin akan jadi kenangan soalnya karena sibuknya jadwal kuliah membuatku jarang lagi pergi jogging sehingga kami jarang bertemu. “Gadis berkepang dua… kapan-kapan kita tanding lari lagi ya……………..
Selengkapnya...

“My way.. My Love..."

>> Selasa, 16 September 2008

Aku merupakan anak yang tak diinginkan orang tuaku. Mereka membuangku dipinggiran suatu pasar yang sepi. Namun untungnya aku ditemukan oleh seorang pemulung yang kini menjadi ayahku. Yogi, begitulah ayah angkatku menamaiku. Kami hidup berdua karena istri ayah angkatku memilih meninggalkan ayah karena ia merasa tidak tahan hidup susah. Walaupun begitu ayahku tidak pernah mengungkit-ungkit masalah istrinya itu kepadaku, ia hanya bilang “Sudahlah yang berlalu biarlah berlalu” jawabnya santai.
Karena kehidupan kami yang susah dan serba kekurangan aku memutuskan untuk tidak sekolah dan ikut membantu ayah untuk bekerja. Setiap hari kami memulung sampah dari satu lokasi ke lokasi lain. Aku kasihan melihat ayahku yang setiap hari bekerja untuk mencari sesuap nasi. Tapi satu hal yang membuatku bangga kepadanya yaitu ia lebih memilih bekerja keras ketimbang meminta belas kasihan orang lain.

Tahun berganti tahun ayahku semakin lama semakin tua dan sering sakit-sakitan sehingga ia tidak sanggup untuk memulung lagi. Untuk itu aku yang sudah menginjak usia 19 tahun menggantikan posisi ayahku untuk memulung. Setiap pasar kujelajahi untuk mencari kantong plastic ataupun kardus yang tidak terpakai lagi. Walaupun sedikit kelelahan namun hal itu tidak mengubah semangatku untuk mencari uang sekedar pengganjal perut aku dan ayahku. Suatu hari seorang pemilik toko dermawan bernama H. Akhsan menawariku untuk membantunya mengangkut barang dari truk ke tokonya. Aku sangat senang sekali karena hasil memulung yang kudapat setiap harinya berkisar sepuluh ribu saja sedangkan dengan mengangkat barang aku bisa mendapatkan dua puluh lima ribu per harinya.
Hari-hari berlalu, sakit yang diderita ayahku semakin parah. Aku yang hanya memiliki uang pas-pasan mencoba meminjam uang kepada para tetanggaku namun bukannya mendapatkan uang aku justru mendapatkan hinaan dan cacian. “Orang miskin mau pinjam uang…, bayarnya pakai apa? pakai daun…”seraya mengusirku. Aku bingung saat itu apa yang harus kulakukan. Aku mencoba meminjam uang kepada boss ku H. Akhsan tetapi saat itu ia tidak ada ditempat. Dalam hatiku berkecambuk antara kebingungan dan kemarahan. Bingung karena berfikir bagaimana cara mendapatkan uang untuk mengobati sakit ayahku dan marah pada diriku sendiri mengapa aku tidak mampu memperoleh uang untuk orang yang telah membesarkan aku. “Ayah… walaupun engkau bukan orang tua kandungku tapi aku menganggap engkau sebagai orangtuaku sendiri” tangisku sambil berjalan pulang. Saat itu pikiranku sangat kalut, aku sempat berfikir untuk melakukan tindakkan criminal namun aku teringat perkataan ayahku “Gi semiskin-miskinnya hidup kita… jangan sampai kamu melakukan tindakan yang merugikan orang lain”. Hari itu hujan turun dengan derasnya aku berlari ditengah hujan sambil memikirkan nasib ayahku yang mungkin saat itu menahan sakitnya menungguku pulang.
“Ayah… ayah…. “ teriakku berlari kerumah. Sesampainya digubug kami aku langsung memeluk erat ayahku. “Ayah maafkan anakmu ini yang tak berguna….” Tangisku sambil memeluk erat ayahku. “Jangan menyalahkan dirimu nak, ini bukanlah salahmu. Setiap manusia yang hidup pasti kelak menghadap kepadanya” mencoba menenangkan diriku yang menangis haru saat itu. “Tetapi ini tidak adil… kenapa harus ayah, kenapa tidak aku saja …. orang tuaku saja tidak menginginkanku..”. “Jangan berkata seperti itu gi, tuhan menciptakan manusia itu dengan jalannya sendiri-sendiri” mengusap air mataku. “Gi…, kamu ingat pesan bapak ya… jadilah orang yang berguna bagi orang lain dan satu hal lagi selama ini bapak tidak mempermasalahkan istri bapak untuk meninggalkan bapak karena bapak sangat mencintai istri bapak jadi bapak tidak mau ia menderita karena bapak. Oleh karena itu apabila kelak kamu jatuh hati kepada seorang wanita janganlah kamu menyakiti hatinya…. cinta itu tak mesti harus memiliki uhuk….uhuk…” menahan sakitnya. “Iya pak Yogi akan mengingat semua pesan bapak” melihat bapak yang kesakitan. Tak berapa lama kemudian ayahku wafat tanpa mendapatkan pengobatan apapun.
Seminggu setelah wafatnya ayahku H.Akhsan yang sudah pulang mengetahui wafatnya ayahku datang berserta keluarganya menemuiku. Ia mengucapkan turut berduka cita atas wafatnya ayahku dan ia ingin aku untuk menjadi penjaga tokonya. Tawaran tersebut kuterima dan aku berjanji akan bekerja dengan baik. Beberapa bulan kulalui, aku masih terngiang-ngiang wajah ayahku waktu kami memulung sampah bersama. Aku sekarang merasa sendiri dan sepi tanpa ada satupun keluarga yang kumiliki didunia ini.
Bossku H. Akhsan memiliki seorang anak gadis bernama Indah, wajahnya yang rupawan dan sikapnya yang ramah membuat ku jatuh hati kepadanya. Namun perasaanku kepadanya hanya kupendam didalam hatiku dan takkan kubagi kepada siapapun. Setiap hari aku memandangi wajahnya walaupun dari kejauhan dan dengan melihat wajahnya semangatku untuk bekerja semakin giat. Namun ternyata nasibku tidak terlalu mujur ia menaruh hati pada pria lain bernama Irwan yang merupakan anak pedagang yang terkenal dipasar itu. Hatiku terasa renyuh, namun sejenak kuberfikir apalah arti diriku seorang pria miskin yang orangtuanya tak jelas dan tidak memiliki apa-apa.
Hari demi hari hubungan Irwan dan Indah semakin dekat. Aku yang menyukai Indah tidak terlalu cemburu melihat kemesraan keduanya karena apapun yang terbaik bagi Indah merupakan hal terbaik bagiku. Sampai pada suatu hari kulihat Irwan berselingkuh dengan seorang wanita lain yang bernama Sintia didepan kedua mataku. Meskipun aku tahu bahwa Irwan selingkuh dengan wanita lain namun aku tidak berani mengatakannya kepada Indah. Hal itu mungkin disebabkan karena aku yakin suatu saat Indah akan mengetahui apa yang diperbuat oleh Irwan kepadanya.
Sore itu aku berjalan pulang menuju rumah, ditengah jalan aku melihat Indah terduduk menangis melihat dari seberang jalan Irwan yang berpelukkan dengan Sintia. Aku menghampiri Indah dan mencoba menenangkannya, tanpa kusadari Indah tiba-tiba merangkulku dalam kesedihannya. “Irwan tega gi...., Irwan bener-bener tega...”keluhnya kepadaku. Aku terdiam sejenak, “Indah ... kamu yang sabar ya...” mengusap air matanya. Dalam hatiku berkecambuk perasaan antara marah karena orang yang kucintai disakiti dan senang karena Indah mengetahui hal yang sebenarnya terjadi. Setelah perasaannya mulai tenang ku gendong ia sampai kerumahnya. Perlahan-lahan ia tertidur dipunggungku sepanjang jalan aku memikirkan “Inikah rasanya putus cinta?”, “Begitu sakitkah rasanya?” aku sejenak membayangkan perasaan yang dirasakan Indah saat itu.
Pada keesokan harinya aku teringat pesan almarhum ayahku sebelum meninggal ia mengatakan “apabila kelak kamu jatuh hati kepada seorang wanita janganlah kamu menyakiti hatinya…. cinta itu tak mesti harus memiliki”. Teringat pesan itu aku berfikir kembali, mungkin saat inilah aku akan tunjukan kepada almarhum ayahku bahwa aku rela berkorban demi orang yang aku cintai seperti yang pernah dilakukannya. Saat itu juga aku bertekad untuk mengembalikan Irwan pada Indah. Untuk memuluskan hal itu aku mencoba mendekati Sintia dengan maksud merebut Sintia dari tangan Irwan agar Irwan kembali kepada Indah lagi.
Lebih dari seminggu aku mencoba mendekati Sintia, perlahan-lahan namun pasti akhirnya Sintia memiliki rasa cinta kepadaku dan dia memutuskan hubungannya dengan Irwan. Rencana yang telah kususun ternyata berhasil, setelah Irwan diputuskan oleh Sintia ia kembali menjalin hubungan dengan Indah. Aku sangat senang ketika melihat Indah tersenyum bahagia bersama Irwan. Meskipun hati kecilku sangat sakit tapi kucoba untuk menahannya sekuat tenaga agar orang yang aku cintai mendapatkan kebahagiaan yang lebih dari aku. Kuhilangkan perasaan cintaku kepada Indah dan mengalihkannya kepada Sintia namun seberapa sering kucoba tetap tidak bisa. Sehingga satu minggu kujalani hubungan dengannya kamipun putus.
Hari-hari kujalani normal seperti biasa, sampai suatu ketika aku jatuh sakit. Kuperiksakan diriku kerumah sakit dan betapa terkejutnya aku, dokter mendiagnosaku mengidap penyakit kanker otak yang sangat parah. Dokter mengatakan umurku tinggal 3 bulan lagi dan aku harus mencoba dikemoterapi. Aku sangat kebingungan memikirkan nasibku, uang untuk melakukan kemoterapi yang disarankan dokter.. aku tak punya. Sementara gaji ku sebagai penjaga toko tidak cukup untuk melakukan kemoterapi walaupun hanya sekali.
Kubiarkan kanker itu menggerogoti seluruh sel dalam tubuhku sehingga semakin hari tubuhku semakin lemah. Karena aku tidak mau orang lain mengetahui penyakitku, aku berhenti menjadi penjaga toko ditempat H. Akhsan dan memilih untuk beristirahat dirumah menunggu ajal menjemputku. Beberapa kali kusempatkan diriku yang lemah untuk melihat Indah dari kejauhan. Aku sangat merasa senang karena berguna bagi orang yang kusayangi. Tidak terasa 3 bulan berlalu aku yang merasa ajalku datang berbaring didipanku yang rapuh dimakan usia dan disebelahku kuletakkan sepucuk surat yang kubuatkan kepada Indah. Tiba-tiba kepalaku terasa sangat berat seperti mau pecah, darah segar mengucur di mulut dan hidungku kutahan rasa sakit itu dan kubayangkan saat-saat aku melihat Indah tersenyum kepadaku. Dengan senyuman kututup usiaku tanpa penyesalan atas cintaku dan tanpa kemarahan atas kemalangan yang kualami untuk selama-lamanya....
Selengkapnya...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger template Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP